1. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah suatu tahap pemikiran dan pembelajaran manusia untuk menghubungkan antara data dengan fakta yang ada sehingga pada akhirnya terdapat kesimpulan yg dapat diambil.
Penalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum dari pada proposi tempat menarik simpulan itu. Proposi tempat merarik simpulan itu disebut premis. Atau dapat juga di artikan penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Contoh Penalaran deduktif :
- semua binatang punya mata
- srigala termasuk binatang
.:. srigala punya mata
penalaran deduktif dapat merupakan silogisme dan entimen.
A. Silogisme
Silogisme adalah cara berpikir
formal, yang jarang terjadi dalah kehidupan sehari-hari, kita menemukan
polanya saja, misalnya ia dihukum karena melanggar peraturan X,
sebenarnya dapat dibentuk secara formal atau silogisme, yaitu
A. Semua yang melanggar peraturan X akan dihukum
B. Ia melanggar peraturan X.
C. Ia dihukum.
Sebuah silogisme terdiri atas tiga
term ( mayor, tengah dan minor) dan tiga proposisi (Premis mayor, premis
minor, dan kesimpulan).
CONTOH :
1. Premis mayor : semua cendrakiawan adalah manusia pemikir
S P(term mayor)
2. Premis minor : Semua ahli filsafat adalah cendrakiawan
S(term minor) P(term tengah)
3. kesimpulan : semua ahli filsafat adalah manusia pemikir
S P
A. Penjelasan
- proposisi 1 dan 2 merupakan premis, yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan pada proposi 3
- proposisi 1 merupakan premis mayor, yaitu premis yang mengandung
pernyataan dasar umum yang dianggap benar dikelasnya. didalamnya
terdapat term mayor (manusia pemikir) yang akan muncul pada kesimpulan
sebagai predikat.
- proposisi 2 merupakan premis minor yang mengemukakan pernyataan
tentang segala khususnya yang merupakan bagian kelas premis mayor. di
dalamnya term minor (ahli filsafat) yang akan menjadi subjek dalam
kesimpulan.
- term mayor dihubungkan oleh term tengah (cendrakiawan) yang tidak
boleh diulang dalam kesimpulan. yang memungkinkan kita menarik
kesimpulan ialah adanya term tengah.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkas sebagai berikut.
- silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang bersifat formal.
- proses penalaran dimulai dari premis mayor, melalui premis minor, sampaiu pada kesimpuloan.
- strukturnya tetap; premis mayor, premis minor dan kesimpulan.
- premis mayor berisi pernyataan umum.
- premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang merupakan bagian [remis mayor(term mayor).
- kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusus daripada premisnya.
B. Persyaratan Silogisme
- Di dalam silogisme hanya mungkin terdapat tiga term.
CONTOH: semua manusia berakal budi.
semua mahasiswa adalah manusia.
semua mahasiswa berakal budi.
- term tengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan.
- dari dua premis negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
- kalau kedua premisnya positif, kesimpulan juga positif.
- term-term yang mendukung proposisi harus jelas, tidak mengandung pengertian ganda/menimbulkan keraguan.
CONTOH: semua buku mempunyai halaman.
ruas mempunyai buku.
ruas mempunyai halaman.
- dari premis mayor partikular dan premis minor negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
- premis mayor dalam siogisme mungkin berasal dari teori ilmiah.
penarikan kesimpulan dari teori ini mudah diuji. tidak jarang premis
mayor berasal dari pendapat umum yang belum dibuktikan kebenarannya.
2. ENTIMEN
Dalam kehidupan sehari-hari,
silogisme yang kita temukan berbentuk entimem, yaitu silogisme yang
salah satu premisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama
diketahui.
CONTOH:
menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
kalimat diatas dapat dipenggal menjadi dua.
a. menipu adalah dosa.
b. karena (menipu) merugikan orang lain.
kalimat a merupakan kesimpulan, kalimat b adalah premis minor (bersifat minor) maka silogisme dapat disusun:
premis mayor : ?
premis minor : Menipu merugikan orang lain.
kesimpulan : Menipu adalah dosa.
Dalam kalimat itu,yang dihilangkan
adalah premis mayor. perlu diingat bahwa premis mayor bersifat umum,
jadi tidak mungkin subyeknya menipu. kita dapat berpikir kembali dan
menentukan premis mayornya, yaitu perbuatan yang merugikan orang lain
adalah dosa. entimem juga dapat dibuat dengan menghilangkan premis
minornya. misalnya, perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa,
jadi menipu adalah dosa. untuk mengubah entimen menjadi silogisme,
mula-mula kita cari kesimpulannya, kata-kata yang menandakan kesimpulan
ialah jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. kalau
sudah cari/tentukan premis yang dihilangkan.
contoh: pada malam hari tidak ada matahari, jadi tidak mungkin terjadi proses fotosintesis.
bentuk silogismenya adalah
premis mayor: proses fotosintesis memerlukan sinar matahai.
premis minor: pada malam hari tidak ada matahari.
kesimpulan : jadi, pada malam hari tidak mungkin ada fotosintesis.
sebaliknya untuk mengubah silogisme menjadi entimem, cukup dengan menghilangkan salah satu premisnya.
CONTOH:
premis mayor: anak-anak berusia di atas sebelas tahun telah mampu berpikir formal.
premis minor: siswa kelas 6 di Indonesia telah berusia lebih dari sebelas tahun.
kesimpulan : Siswa kelas 6 di Indonesia telah mampu berpikir formal.
- Entimem dengan penghilangan premis mayor:
siswa kelas 6 di Indonesia telah berumur di atas sebelas tahun, jadi mereka mampu berpikir formal
- Entimem dengan penghilanagn premis minor:
anak-anak yang berusia di atas sebelas
tahun telah mampu berpikir formal, karena itu sisea kelas 6 di
Indonesia mampu berpikir formal.